Momen-momen Pembacaan Surat An Nas
Berikut ini beberapa momen yang mendapatkan penekanan khusus untuk dibacakan surat An Nas ;
1. Setiap pagi dan sore
Abdullah bin khubaib ra. bercerita :
” Di suatu malam yang gelap gulita dan hujan, kami keluar mencari Rosulullah Shallallahu’alaihiwasallam agar beliau mengimami kami. Manakala kami menemukannya, beliau bertanya, “Sudah Shalatlah kaliah?”. Aku tidak berkata apapun. Lalu beliau berkata,”Ucapkanlah!” . Aku tidak mengatakan apa-apapun. Kemudian beliau berkata kembali,”Ucapkanlah!”. Aku tidak mengucapkan apa-apa. “Ucapkanlah!” kata beliau lagi. Akupun pertanya,”Wahai Rosulullah, apa yang harus ku ucapkan?”. “Ucapkanlah “Qul huwallahu ahad” dan Al-Mu’awwidzatani”(an nas dan al falaq) di sore hari dan pagi hari tika kali; niscayaitu akan melindungimu dari segala sesuatu” HR Abu Dawud dan sinadnya dinyatakan hasan oleh Syaikh Ibn Baz
Kata Melindungi dari segala sesuatu disini artinya adalah akan melindungi dari segala bentuk marabahaya dan musibah, jadi bukan saja syetan. Sehingga selain kita dituntut untuk memperaktekan sendiri, kita juga harus membiasakan diri pada anak-anak kita untuk mengamalkan ibadah ini. Sehingga sering terjadinya fenomena kesurupan massal di berbagai sekolah bisa diminimalisir karena ada perlindungan dari Allah.
2. Setelah shalat lima waktu
‘Uqbah bin ‘Amir ra berkata,
” Rosulullah shalallahu’alaihiwasallam memerintahkanku untk membaca al-mu’awwidzat (surat al ikhlas, al falaq dan an nas) setiap selesai shalat” HR Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah
Pembacaan tersebut selain subuh dan maghrib adalah masing-masing 1 kali saja.
3. Sebelum tidur
Aisyah radhiyanllahu’anha menuturkan
“setiap malam jika Rosulullah Shallallahu’alaihiwasallam beranjak ke peraduan beliau menggabungkan kedua telapak tangannya, kemudian meniupkan nafas dri mulutnya dengan sedikit air ludah, lalu membaca,”Qul huwallahu ahad, Qul A’uudzubirabbil falaq dan Qul a’uudzubirabbin nas ” kemudian mengusapkan kedua tangannya ke seluruh tubuhyang bisa dicapai. Dimulai dari kepala, wajah dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukannya tiga kali”. HR Bukhari (hal. 1091 no 5017).
dzikir ini akan melindungi insan dari bahaya apapun juga, entah itu setan maupunbinatang berbisa.
Rosulullah shallallahu ‘alaihiwasallam begitu menjaga wirid ini, bahkan dalam suatu riswayat Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan
“Saat Rosulullah Shallallahu’alaihiwasallam sakit, beliau menyuruhku untuk membacakan wirid tersebut atas beliau” HR Bukhari (hal. 1233 no. 5748)
Faidah : perlu diketahui bahwa mengusap wajah dan tubuh setelah dzikir khusus dilakuikan pada momen ini dan tidak benar jika dilakukan di setiap dzikir atau doa. Sebab tidak ada hadis sahih yang menunjukkan praktek tersebut.
4. Saat meruqyah orang sakit
Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan ;
“Jika salah satu keluarga Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam sakit, beliau meniupkannafas beserta sedikit ludah dan membaca al mu’awwidzaat. Tatkala Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam jatuh sakit menjelang wafatnya, akupun meniupkan nafasku dan aku mengusapkan tangan beliau ke tubuhnya. Sebab tangan beliau lebih barokah dibanding tanganku”. HR. Muslim (XIV/403 no 5678)
Catatan tambahan :
Hadis diatas merupakan salah satu metode pengobatan yang diajarkan Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan biasa diistilahkan dengan “ruqyah syar’iyyah”. Di negeri ini beberapa tahun belakangan ini, metode ruqyah booming dimana-mana. Meskipun di sana-sini masih ada beberapa praktek yang perlu dibenahi, keterbukaan umat dengan metode pengobatan syar’i tersebut merupakan fenomena yang menggembirakan. Apalagi mereka mulai meninggalkan tata cara pengobatan menyimpang, yang biasa dikomandani oleh para dukun dan paranormal.
Dengan mulai sepinya tempat praktek para dukun dari pasien, banyak di antara mereka yang banting setir terjun ke dunia ruqyah, bahkan penambpilan mereka pun disulap bagaikan seorang wali. Begitupula tabloid danmajalah yang sudah dikenal dari dulu merupakan corong para dukun dan sangat inttens dalam menjajakan jimat dengan berbagai jenisnya, mulai membuka praktek ruqyah dan bahkan pelatihanintensif untuk mencetak praktisi ruqyah versi mereka.
Andaikan gerkan alih haluan tersebut dimotivasi karena taubat daari praktek perdukunan dan tata cara ruqyah yang mereka terapkan benar-benar syar’i, tentu hal itu akan sangat menggembirakan. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Banyak diantara mereka yang mencampuradukan antara al haq dan kebatilan. Imbasnya tidak sedikit kaum muslimin, karena keterbatasan ilmu agama mereka, menjadi korban ruqyah “gadungan” tersebut.
Jeniss penyimpangan yang dikandung praktek ruqyah para dukun tersebut begitu beragam. Ada yang sampai memasuki ranah kesyirikan, adapula yang bermuatan khurafat dan bid’ah.
Seorang muslim seyogyanya bersifag cerdas tatkala dihadapkan dengan realita tersebut. Tidak sepantasnya ia mudah tertipu dengan “label” dan “bungkus”, namun dia harus mencermati praktek yang dilakukan para ‘praktisi baru ruqyah” tersebut dengan seksama.